Selasa, 16 Oktober 2018

Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional


Bank Syariah
1.       Melakukan investasi-investasi yang halal saja.
2.       Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa.
3.       Profit dan Falah Oriented, mencari kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
4.       Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
5.       Penghimpunan dana dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dan disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Bank Konvensional
1.       Investasi yang halal dan haram.
2.       Memakai perangkat bunga.
3.       Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-kreditor.
4.       Tidak terdapat dewan sejenis.

Jelaslah bahwa perbankan konvensional dalam melaksanakan beberapa kegiatannya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk memperkenalkan praktek perbankan berdasarkan prinsip syariah. Lima transaksi yang lazim dipraktekkan oleh perbankan syariah :
1.       Transaksi yang tidak mengandung riba.
2.       Transaksi yang ditujukan untuk memiliki barang dengan cara jual beli (murabahah).
3.       Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dengan cara sewa (ijarah).
4.       Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan modal kerja dengan cara bagi hasil (mudharabah).
5.       Transaksi deposito, tabungan, giro yang imbalannya adalah bagi hasil (mudharabah) dan transaksi titipan (wadiah).

Prinsip dasar Bank Syariah adalah sebagai sebuah lembaga keuangan yang lebih mengutamakan sektor riil dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Syariah harus bebas dari riba, kegiatan spekulatif, atau perjudian dan bebas dari segala bentuk ketidakjelasan atau meragukan (gharar), karena Al-Qur’an dan hadis melarang praktik ekonomi yang menggunakan bunga, spekulatif, atau perjudian dan bebas dari segala bentuk yang tidak jelas atau meragukan tersebut. Sebab hal itu bisa mendatangkan kerugian kepada salah satu pihak, menyebabkan teraniaya dan merasa tidak mendapat perlakuan yang adil.

Dalam beberapa hal Bank Konvensional dan Bank Syariah memiliki persamaan, terutama dalam segi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar diantara keduanya. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja. Untuk jelasnya, secara rinci sebagai berikut:

1.     Akad dan Aspek Legalitas
Menurut Afzalur Rahman, dalam Bank Syariah akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggung jawaban hingga yaumul qiyyamah nanti. Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad.

2.       Lembaga Penyelesaian Sengketa
Bank Syariah berbeda dengan bank konvensional, karena jika pada Perbankan Syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di Pengadilan Negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tatacara dan hukum menteri syariah.
Jika terjadi salah satu pihak (bank atau nasabah) tidak menunaikan kewajibannya, atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Abritrasi Syariah, atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pengadilan Agama), setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Hal ini berdasarkan undang-undang Tahun 2006 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 49, bahwa salah satu tugas dan wewenang Peradilan Agama adalah, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Dalam Bank Konvensional tidak melalui Badam Abtitrasi Syariah, atau melalui Peradilan Agama, sesuai peraturan perundang-undangan, tetapi hanya diselesaikan masalahnya pada Pengadila Negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang perbankan konvensional.

3.       Struktur Organisasi
Bank Syariah memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat dibedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan prinsip syariah. Ketentuan ini telah ditetapkan dalam UU No.40 Tahun 2006 tentang PT dan Perbankan Syariah, PBI No.6c6 dan BUS/UUS.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektifitas setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanyapenetapan anggota DPS dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi Dewan Syariah Nasional MUI.

4.       Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Peran utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan syariah. DPS harus menyatakan setelah meneliti, mengkaji dan memberikan saran bahwa pedoman operasional dan produk telah sesuai dengan ketentuan syariah. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala, bahwa operasional bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Tugas lain DPS adalah meneliti dan membuat opini, atau rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya, kemudian dikirim ke DSN untuk difatwakan, bila produk itu belum ada fatwanya.

5.       Dewan Syariah Nasional (DSN)
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Tanah Air, berkembang pula lah jumlah DPS yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan tumbuhnya opini yang berbeda masing-masing DPS dalam hal itu tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di Tanah Air, menganggap perlu untuk membangun dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini kemudian dikenal dengan Dewan Syariah Nasional (DSN).

Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1996 yang merupakan hasil rekomendasi lokakarya ulama tentang reksadana syariah pada bulan Juli tahun 1997. Lembaga ini merupakan lembaga otonom dibawah majlis ulama Indonesia dipimpin oleh ketua umum majlis ulama Indonesia dan sekretaris umum (ex-officio).

Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariat Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, dewan syariah nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi dewan pengawas syarian pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya.

Fungsi lain dari Dewan Pengawas Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan. Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi kepada para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah.

Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.

Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, DSN dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai dengan syariah. Bank Konvensional tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional seperti yang dimiliki bank syariah.

6.       Bisnis dan Usaha yang dibiayai
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saingan syariah. Karena itu, bank syariah tidak mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan.

Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut: Apakah objek pembiayaan halal ayau haram?, Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?, Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila?, Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?, Apakah usaha tersebut berkaitan dengan industri senjata yang illegal atau berorientasi pada senjata pembunuh masal?, Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?.
Dalam peraturan Bank Indonesia (PBI) No.9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta jasa pelayanan jasa bank syariah pasal 2 ayat (1) dan (2) disebutkan sebagai berikut:

(1)    Dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa, bank wajib memenuhi prinsip syariah.
(2)    Pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memenuhi ketentuan pokok hukum Islam, anatara lain prinsip keadilan dan keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemaslahatan (mushlahah), dan universalisme (‘alamiyah), serta tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba zhulm, risywah, dan objek haram. Ketentuan prinsip syariah tersebut juga disebutkan dalam UU Bank Syariah dan SEBI. Dalam perbankan konvensional tidak diisyariatkan demikian itu.

7.       Budaya Kerja dan Lingkungan Kerja
Sebuah Bank Syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan profesional (fathonah), dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian pula dalam hal reward dan punishment,  diperlukan prinsip keadilan sesuai dengan syariah.

Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan, bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga.

Perbedaan Sistem Bungan dan Non Bunga/bagi hasil

1.       Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung. Penentuan besarya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi.

2.       Besarnya presentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

3.       Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua pihak.

4.       Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan melipat atau keadaan ekonomi sedang booming. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

5.       Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

Bank syariah dalam praktiknya tidak hanya menjadi keuangan yang menggunakan prinsip bagi hasil saja, tetapi juga melakukan berbagai jenis transaksi seperti gadai, sewa menyewa, hutang piutang, dan lain sebagainya. Bank syariah yang merupakan sebuah lembaga keuangan yang menggunakan background islam harus menjalankan sistem operasional sesuai syariat Islam dengan menggunakan Al-Qur’an daan hadis sebagai pedoman dalam menjalankan operasionalnya.        

*Sumber : Majalah Da'wah Islamiyah "RISALAH" Edisi Syawwal 1439 H / Juli 2018 M
  

1 komentar:


  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus